Mengenal kitab AR-RISALAH Imam al-syafi'i
Imam
Muhammad bin Idris bin ‘Utsman al-Syafi’i (150- 204H) atau lebih dikenali
sebagai Imam al-Syafi’i merupakan seorang tokoh dan seorang imam yang
sangat masyhur namanya dalam dunia
Islam. Beliau juga merupakan tokoh yang hebat, yang dikagumi keilmuannya oleh
para ilmuan sepanjang zaman dan besar jasanya.
Beliau
merupakan individu yang pertama memiliki gagasan dan idea cemerlang berkenaan
kaedah penggalian hukum-hukum Islam, yang disusun dengan begitu sistematik ke
dalam sebuah karyanya yang diberi judul “al-Risalah”. Sebuah kitab dalam bidang
usul fiqh, yang dianggap sebagai kitab yang pertama disusun dalam bidangnya.
Usaha pembukuan ini bertepatan dengan kepesatan perkembangan ilmu-ilmu
pengetahuan dalam dunia Islam. berlangsung di sekitar era khalifah Harun
al-Rasyid (145H-193H), dan Puncaknya adalah pada masa Khalifah al-Ma’mun
(170-218H).
Dengan
lahirnya kitab ini, fasa awal perkembangan ilmu ushul fiqh pun bermula. Kitab
ini menjadi rujukan utama bagi ahli ushul pada masa-masa seterusnya. Kitab
al-Risalah ini juga merangkumi gambaran metodologi Imam al-Syafi’i dalam
mencari, menyusun dan menggubal hukum-hakam Islam secara sistematik. sangat baik
untuk dijadikan rujukan utama bagi mereka yang bergelar pengkaji, mahasiswa,
pelajar, penggerak akademik, dan pemerhati. Ia juga turut menjadi rujukan para
ulama dulu dan kini.
Pandangan
para ulama mengenai kitab al-Risalah.
Kata Imam
Abu Sa’id, ‘Abdul Rahman bin Mahdi r.h (135 - 198H), tentang kitab al-Risalah;
Ketika aku
melihat kitab al-Risalah karya al-Syafi’i, aku tercegang kerana aku sedang
melihat (susunan bahasa) seorang yang bijak, fasih, lagi penuh dengan nasihat
sehingga aku memperbanyakkan doa untuknya" (Mukaddimah kitab al-Risalah
tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, m/s. 4)
Imam Abu
Ibrahim, Ismail bin Yahya bin Isma’il al-Mishri al-Muzani (246H), iaitu
murid kepada Imam al-Syafi’i berkata;
“Saya telah
membaca kitab al-Risalah karya al-Syaf’i sebanyak 50 kali. Setiap kali
membacanya, saya selalu memperoleh faedah yang berbeda-beda”.
Menurut Imam
Ahmad bin Hanbal; “Kalau bukan kerena al-Syafi’i, saya tidak akan mengetahui fiqh
hadis.”
Demikianlah
para sahabat dan sekaligus murid Imam al-Syafi’i menuturkan kekagumannya
terhadap kitab al-Risalah.
Imam
Badruddin al-Zarkasyi di dalam kitab al-Bahr al-Muhith fii al-Ushul menyatakan;
“ al-Syafi’i
adalah ulama pertama yang menyusun buku tentang ushul fiqh. Bagi bidang ushul
fiqh ini, beliau menulis kitab al-Risalah, Ahkam al-Qur’an, Ikhtilaf al-Hadits,
Ibthal al-Istihsan, Jama’ al-‘Ilm, dan al-Qiyas. Melalui berbagai pembahagian
bab-bab perbahasan dalam kitab ini, beliau telah menjelaskan seluk-beluk
penghujahan dengan hadis ahad, membentangkan syarat-syarat kesahihan hadis,
keadilan para perawi hadis, penolakan khabar mursal dan munqathi’, serta
perkara-perkara lain yang diketahui dengan menyimak isi kandungannya.”
(Mukaddimah kitab ar-Risalah tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, m/s. 13
Kitab
al-Risalah ini merupakan kitab perdana di bidang Usul Fiqh, bahkan terbilang
kitab perdana di bidang Usul Hadis. Imam
Fakhrurrazi di dalam kitab Manaqib al-Syafi’i (hlm.57) menyebutkan; “ Sebelum
Imam al-Syafi’i para ulama telah membicarakan masalah-masalah Usul Fiqah,
mengajukan dalil dan kritik, tetapi mereka tidak memiliki aturan universal yang
menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syariat, serta kaedah perbandingan
dan tarjihnya. al-Syafii lalu menemukan Usul Fiqih dan meletakkan sebuah aturan
universal yang menjadi rujukan bagi umat untuk mengetahui berbagai tingkatan
dalil syariat. Dengan demikian, kedudukan al-Syafi’i terhadap ilmu syariat sama
seperti kedudukan Aristotle terhadap ilmu akal ”.
Pandangan
Syaikh al-Muhaddits Ahmad bin Muhammad bin Syakir (1377H), pentahqiq kitab
al-Risalah;
Syaikh
al-Muhadits Ahmad bin Muhammad Syakir, telah memberikan kata pengantar yang
sangat bernilai dalam kitab ini yang
menjelaskan nilai ilmiah yang dimilikinya. Beliau juga telah membuat bantahan
terhadap orang-orang yang ragu-ragu bahwa kitab ini adalah karya imam
al-Syafi'i.
Beliau juga menyebut
sebab atau latar belakang mengapa Imam al-Syafi’i menulis kitab ini. Menurut
Syaikh Ahmad Muhammad bin Syakir, Imam
al-Syafi’i tidak menamakan kitabnya al-Risalah, melainkan dengan nama al-Kitab.
Berkali-kali dalam karyanya, imam al-Syafi’i menyebutkan kata al-Kitab, dengan kata Kitabi, atau
kitabuna. Demikian juga dalam kitab al-Umm, imam Syafi’i selalu menisbahkan
karya pertamanya itu dengan kata al-kitab (al-Umm. Hal: 253).
Menurut
Syaikh Ahmad Syakir, sebab Imam Syafi’i menamakan kitabnya dengan al-Risalah karana
surat menyurat antara beliau dengan Abdul Rahman bin Mahdi. Pada ketika itu, imam
al-Syafi’i menulis al-Risalah atas permintaan Abdul Rahman bin Mahdi di Makkah.
Abdurrahman meminta Imam Syafi’i untuk menuliskan suatu kitab yang mencakup
ilmu tentang al-Qur’an, hal ihwal yang ada dalam al-Qur’an dan disertai juga
dengan hadis Nabi. Kitab ini setelah dikarang, disalin oleh murid-muridnya dan
dikirim ke Makkah. Itulah sebabnya kitab itu dinamakan sebagai kitab
al-Risalah. Kitab ini di tulis di Baghdad selama kunjungan kedua Imam Syafi’i
di kota itu dan kemudian diperbaiki ketika pindah ke Mesir pada tahun 814 M.
Setelah itu, kitab al-Risalah telah menaikkan namanya sebagai intelektual
muslim yang pertama kali meletakkan asas-asas ilmu Ushul Fiqh.
Menurut
Syaikh Ahmad Syakir lagi, kitab al-Risalah disusun oleh Imam asy-Syafi’i
sebanyak dua kali, iaitu kitab al-Risalah al-Qadimah (edisi awal) dan
al-Risalah al-Jadidah (edisi baru). al-Risalah al-Qadimah disusun oleh Imam
asy-Syafi’i ketika di Makkah demi memenuhi permintaan ‘Abdul Rahman bin Mahdi
rahimahullah (198 H) di ‘Iraq ketika itu. Ia adalah kitab dalam bentuk surat
untuk ‘Abdul Rahman bin Mahdi yang menjelaskan tentang tafsir al-Qur’an,
himpunan hadits-hadits yang boleh diterima, penghujahan dengan ijma’, dan
penjelasan ilmu nasikh wal-mansukh dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
Walau
bagaimanapun, kitab al-Risalah al-Qadimah yang dimaksudkan tersebut telah luput
dari kita dan apa yang sampai kepada kita hari ini adalah kitab al-Risalah
al-Jadidah, dan ia disusun oleh Imam al-Syafi’i setelah selesainya kitab
al-Umm. (Mukaddimah al-Risalah, m/s. 10-11) Kata Syaikh Ahmad Syakir, “Seluruh
kitab imam al-Syafi’i adalah contoh sastera ‘Arab yang murni dan berada di
puncak balaghah yang tertinggi. Beliau menulis berdasarkan naluri yang
bersesuaian dengan fitrah, tidak dibuat-buat dan tidak dipaksa-paksa.
Kitab-kitab beliau adalah penjelasan yang paling fasih yang pernah anda baca
setelah al-Qur’an dan hadis, tidak dapat ditandingi oleh satu ucapan pun dan
tidak terkalahkan oleh satu tulisan pun.” (Mukaddimah kitab al-Risalah tahqiq
Syaikh Ahmad Syakir, m/s. 14)
Syaikh Ahmad
Syakir, yang juga merupakan ulama besar kontemporer yang lahir dalam lingkaran
pendidikan Universiti al-Azhar ketika
itu, mengakatakan;
“Kitab
al-Risalah sepatutnya menjadi kitab pengajian wajib di Universitas al-Azhar
serta universitas-universitas lainnya. Juga dipilih beberapa bab dari
kandungannya untuk dijadikan sebagai bahan pengajian pelajar-pelajar di
peringkat menengah dan pusat-pusat pendidikan awal supaya mereka mendapat ilmu
pengetahuan dan pandangan hujjah yang benar dan kuat.” (Mukaddimah al-Risalah,
m/s. 13-14)
Demikianlah
apa yang dapat diungkapkan tentang karya-karya milik Imam al-Syafi’i
rahimahullah. Karya-karyanya masyhur dikenali bagai matahari yang menyinar di
waktu siang. Menjadi rujukan dan panduan buat masyarakat, penuntut ilmu, dan
para ulama dahulu dan kini umpama bintang di malam hari. Para ilmuan dulu dan
kini berlomba-lomba mendalaminya, mengikutinya, dan melakukan pengajian.
Imam
Muhyiddin Abu Zakariya Yahya al-Nawawi ra. (631-676H) mengatakan :
“Adapun
karya-karya para pendukung imam al-Syafi’i yang merupakan penjelasan terhadapan
matan (teks perkataan), pernyataan, rangkuman konsep, dan pandangan hasil
kaedah-kaedah al-Syafi’i tidak terhitung jumlahnya. Di samping faedah dan
manfaatnya yang sangat banyak, ukuran dan susunannya pun begitu baik. Ini adalah
komentar Abu Hamid al-Isfirayini,
al-Qadhi Abu al-Thayyib, pengarang al-Hawi, Imam al-Haramain, dan selainnya.
Ini semua menjadi bukti nyata akan kedalaman ilmu Imam al-Syafi’i, kebaikan
perkataannya, dan kesahihan niatnya dalam ilmu.” (al-Majmu’, 1/12)
Kandungan
kitab al-Risalah.
Dalam
Muqaddimah kitabnya ini Imam al-Syafi'i -rahimahullah- menulis muqaddimah yang sangat bernilai, yang
menunjukkan manhaj dan aqidah beliau. Imam al-Syafi'i -rahimahullah- berkata:
"Segenap
puji hanya milik Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, serta telah
menciptakan kegelapan dan cahaya. Kemudian, orang-orang yang kafir kepada
Rabbnya, mereka melakukan penyimpangan (berpaling). Segala puji hanya bagi
Allah, untuk mensyukuri salah satu nikmat-Nya tidak akan terwujud, kecuali
kesyukuran itu merupakan sebuah nikmat dari-Nya. Menunaikan nikmat-nikmat-Nya
yang telah lalu akan memunculkan nikmat baru yang juga menuntut rasa syukur
kepada-Nya.
Orang-orang
yang menyifati-Nya tidak akan mencapai hakikat Keagungan-Nya. Hakikat
keagungan-Nya itu sesuai dengan yang disifatinya sendiri dan melebihi apa yang
disifati oleh hamba-hamba-Nya. Aku memuji Allah dengan pujian yang sesuai
dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan-Nya. Aku memohon pertolongan kepada
Allah dengan permohonan pertolongan orang yang tidak mempunyai daya dan
kekuatan, kecuali dengan bantuan-Nya. Aku memohon kepada Allah swt
hidayah/petunjuk yang barang siapa mendapatkannya, ia tidak akan sesat. Aku
memohon ampunan-Nya atas apa yang telah dan akan aku perbuat dengan permohonan
ampun yang mengakui penghambaan hanya
kepada Dia. Orang yang mengetahui bahwa tidak ada yang memberi ampunan terhadap
dosa dan tidak ada yang dapat menyelamatkan seseorang darinya, kecuali Dia. Aku
bersaksi bahwa tidak ada Allah, kecuali Allah, Tunggal, tidak ada sekutu
bagi-Nya; dan aku bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba dan Rasul-Nya".
Dalam kitab
inilah, metode pembentukan hukum jenius imam Syafi’i terkuak. Ia menggunakan empat dasar
dalam mengistimbatkan suatu hukum iaitu, al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Kata al-Syafi’i; “Tidak boleh bagi seseorang mengatakan suatu masalah dengan
kata ini halal dan ini haram kecuali sudah memiliki pengetahuan tentang hal
itu. Pengetahuan tersebut adalah al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas ” .
Imam
al-Syafi’i dalam karya yang didiktekkan langsung kepada muridnya, al-Rabi’ bin
Sulaiman, telah menyamakan Ijtihad dengan Qiyas. Ia menyimpulkan bahwa ijtihad
adalah Qiyas. Pada ketika yang lain, beliau menolak dengan tegas metode
Ihtihsan, sebuah metode pemikiran yang dianggap hanya berdasarkan pemikiran
bebas manusia atas dasar kepentingan dan perilaku individual. Kata al-Syafi’i;
“ Istihsan adalah pengambilan hukum yang melalui dan menuruti kesenangan semata
”. (Hal. 503-507).
Imam
al-Syafi’i memang telah meninggalkan jejak pemikiran yang sangat luar biasa.
Buktinya syarat-syarat ijtihad yang dirumuskannya dalam Al-Risalah sampai saat
ini terus dipakai pakar-pakar hukum Islam. Siapapun yang ingin berijtihad harus
melampaui syarat-syarat ini. Di antaranya, wajib mengetahui bahasa Arab, materi hukum
al-Qur’an, bahasa yang bersifat umum dan khusus, dan mengetahui teori Nasakh.
Kemudian seorang ahli fiqh, menurut Imam al-Syafi’i, mesti harus menggunakan
Sunnah dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang tegas dan jelas. Ketika ia
tidak menemukan dalam Sunnah, ia harus mengetahui adanya ijmak (kesepakatan)
yang mungkin menginformasikan kesepakatan-kesepakatan yang ada.
Kriteria
ini, pada kemudian hari, menuai puji dan
kritikan. Banyak para pemikir setelah Imam Syafi’i yang menganggap persyaratan ini
terlalu ketat, sehingga ramai ulama yang takut memasuki wilayah
ijtihad. Hal ini disebabkan oleh kemunduran ilmu fiqh sekitar abad ke 4 H
hingga akhir abad ke 8 H. Pada ketika itu terkenal dengan periode “Taqlid” dan
periode “Tertutupnya pintu ijtihad”. Pengaruh tersebut begitu dahsyat sampai
sekarang ini.
Melalui
kitab ini, Imam Syafi’i terkenal sebagai pemikir yang moderat. Tidak berpihak
kepada salah satu kecenderungan besar sebuah pemikiran, entah itu ahli hadis
(para pemikir muslim yang mengutamakan hadis) ataupun ahli ra’yu (para pemikir
muslim yang mengutamakan akal).
Tidak aneh
bila para intelektual modern sepakat bahwa Imam al-Syafi’i sangat berjasa
sebagai pengasas ilmu Ushul Fiqh. al-Risalah imam Syafi’i, tidak hanya dianggap
sebagai karya pertama yang membahas materi tersebut, sebagai model bagi
ahli-ahli fikih dan para teoritisi yang datang kemudian guna mengikutinya. Pada
akhirnya Imam Syafi’i menutup karyanya ini dengan bab Ikhtilaf. Bab ini
menunjukkan bahwa Imam Syafii mencintai perbedaan dan menghargai pendapat orang
lain.
No comments: