Jika Makmum dan Imam Berbeda Niat Shalat
Jika Makmum dan Imam Berbeda Niat
Shalat
Dalam suatu
kondisi mungkin akan kita temukan kejadian dimana seseorang menjadikan orang
lain yang sedang shalat sebagai imamnya dengan menepuk pundaknya, jika ternyata
imam tidak shalat seperti yang diniatkan makmum, apakah sah shalat si makmum?
Mengenai hal
ini, ada sebuah nukilan dari pendapat madzhab syaf’i yang berpendapat tentang
kebolehannya, sebagaimana tertulis dalam kitab Al Iqna’ yang ditulis oleh Al
Khatib Asy-Syirbini:
من شروط الاقتداء توافق نظم صلاتيهما في الأفعال الظاهرة، فلا يصح
الاقتداء مع اختلافه كمكتوبة وكسوف أو جنازة لتعذر المتابعة، ويصح الاقتداء لمؤدّ
بقاض ومفترض بمتنفل، وفي
طويلة بقصيرة كظهر بصبح وبالعكس ولا يضر اختلاف نية
الإمام والمأموم
Di antara
syarat Iqtida’ (mengikuti imam) adalah kesamaan rangkaian tatacara shalat
keduanya (imam dan makmum) dalam gerakan yang signifikan, maka tidak sah bila
makmum mengikuti imam dengan adanya perbedaan seperti makmum melakukan shalat
fardlu sementara imam shalat gerhana atau shalat jenazah karena udzur mengikuti
secara lengkap, tapi dibenarkan iqtida untuk jenis shalat ada’ dan
qadha’, shalat fardlu dan nafilah, dan jenis shalat yang panjang dengan shalat
yang pendek seperti jika makmum niat Dzuhur dan imam niat subuh atau sebaliknya
dan tidak bermasalah jika niat imam dan makmum berbeda dalam shalat[1].
Maksudnya adalah, sangat diperbolehkan apabila dalam
suatu kejadian ternyata seseorang menjadikan orang lain imam dalam shalatnya
meskipun ternyata niat mereka berdua berbeda, sepanjang jenis tatacara
shalatnya shalatnya adalah tatacara yang sama. Maka shalat gerhana sebagai
contoh, yang tata caranya tidak sama dengan shalat lain pada umumnya jika
dijadikan imam untuk yang shalat maghrib. Jadi jika imam niat shalat qashar,
sementara makmum mengikutinya dengan mengira dia shalat ashar, maka sah
masing-masing niat tiap orang tersebut.
Hal ini
tentunya bukan semata-mata datang dari ijtihad para ulama saja, namun
berlandaskan kepada hadist berikut:
أن معاذ بن جبل رضي الله عنه كان يصلي مع رسول الله صلى الله عليه
وسلم عشاء الآخرة ثم يرجع إلى قومه فيصلي بهم تلك الصلاة
Artinya: Muadz bin Jabal pernah shalat Isya berjamaah bersama Rasulullah lalu pulang ke kaumnya dan mengimami shalat Isya yang sama (HR Bukhari)
Dari segi
pendalilannya , hadist di atas menunjukkan sahnya shalat orang yang mengerjakan
shalat fardhu di belakang orang yang mengerjakan shalat sunnah. Karena Mu’adz
bersama nabi SAW mengerjakan shalat wajib. Lantas ia kembali ke kaumnya untuk
mengimami mereka dengan niatan shalat sunnah bagi Mu’adz, sedangkan kaumnya
berniat shalat wajib.
Dari sini
imam Nawawi juga memperkuat pendapatnya, dalam kitabnya Al Majmu beliau
berkata:
تصح صلاة النفل خلف الفرض والفرض خلف النفل، وتصح صلاة فريضة خلف
فريضة أخرى توافقها في العدد كظهر خلف عصر، وتصح فريضة خلف فريضة أقصر منها، وكل
هذا جائز بلا خلاف عندنا
Sah shalat sunnah di belakang shalat wajib, dan sah shalat wajib di belakang shalat sunnah. Juga, sah shalat wajib di belakang shalat wajib lain yang sama dalam rakaatnya seperti shalat zhuhur di belakang shalat Ashar. Dan sah shalat wajib di belakang shalat wajib lain yang rakaatnya lebih pendek. Semua ini boleh tanpa perbedaan menurut kami (ulama madzhab Syafi'iyah)[2].
Kesimpulannya,
untuk kasus makmum niat shalat Ashar dan Imam niat Qashar atau secara global,
perbedaan niat antara imam dan makmum dalam shalat, maka sah niat dan shalat
masing-masing sepanjang syarat sahnya juga terpenuhi.
No comments: