Mengenal Kitab Turast



Mengenal Kitab Turast
Mungkin di antara kita ketika mendengar kitab kuning yang terbayang di benak kita adalah sebuah kitab yang warna kuning tanpa harakat (baris) susah untuk dipahami, kalau bisa dikatakan mungkin ini Cuma mecangkup sebangian dari semua tapi ini masih terlalu umum untuk dikatakan sebangai kitab kuning.
Akademi hari ini semakin hari semakin susah untuk mengkajinya disebabkan kurang dalam pemahaman teks arab (al qawa’id luqhah) kadang sering kita jumpai mubtada disebuah tempat dan khabarnya di lain tempat, hal ini juga terjadi di syarah jawabnya.
Kadang kita harus mengkaji ulang kenapa kita sering mengatakan kitab kuning sepertinya perlu untuk merekontruksi ulang, karena jika kita mengatakan kitab kuning kita akan mendapatkan ribuan kitab yang warna kuning dan berbangai funun, sepertinya kurang lengkap kalau kita mengutarakan kitab kuning, karena masih ada kata yang jauh lebih tepat, kata TURATS lebih tepat dan lebih mencangkup.
Ketika membicangkan kitab turats, akan terbentang di benak kita kitab ilmiah ulama mazhab, karya literatur filsafat dan kalam para filsuf.
Warisan ulama terdahulu memang tidak bisa kita bayangkan dari sisi keindahan susunan, dalamnya uslub bahasa, judulnya saja tak mampu untuk menghitungnya. Inilah kitab turash hasil kesuksesan ulama terdahulu.
Warisan yang sangat berharga janganlah menganggap itu karya biasa seperti pandangan kaum intelek yang silau dengan pandangan barat.
Bangaimana seharusnya kita memperlakukan Turast (kitab kuning), sebenarnya telah banyak dicontohkan oleh para ulama kita sebut saya salah satu ulama yang sangat masyhur imam besar dengan laqab beliau Hujjatul Islam seorang ulama yang hidup antara tahun (450 H – 505 H), adalah seorang filsuf dan juga seorang teolog muslim beliau mahir dalam berbangai funun islam yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abat pertengahan.
Beliau memiliki begitu banyak karya dalam khazanah turast, banyak ulama yang memunyi karena keuletan beliau salah satunya  pujian dari seorang faqih dan sejarawan besar namanya Al-Hafidz ad-dzahabi. Beliau sangat bijaksana dalam memberikan sebuah ungkapan atau penilaian. beliau kagum dengan dengan karya monumentel dari Hujjatul Islam  ;     Ihya‘Ulumuddin.
Dan pujian juga datang dari seorang ulama iraq beliau adalah Al-Hafidz Al-iraqi (725 H-806 H), beliau mengatakan bahwa kitab “ihya ‘Ulumuddin adalah sebuah kitab turast pada zamannya.
Imam Al-Hafidz Al-iraqi bukanlah seorang pembaca tradisionalis beliau ini adalah seorang pembaca yang memandang dari berbagai arah dan sisi, beliau adalah pembaca yang sangat kritis  yang berakhlak karimah, beliau menuliskan sebuah kitab yang berjudul (Al Mughni ‘an Hamlil  Asfaar fi takhriji  ma fil ihya min al akbar), yang berisi tentang pengaruh atau kekurangan yang memang mungkin terjadi dalam kitab yang dikarang oleh manusia.
Kitab ini adalah kumpulah takhrij hadist-hadist yang terdapat dalam kitab ihya ‘ulumuddin, namun takhrij beliau memang belum lengkap, kemudian dilanjutkan oleh muridnya, Al hafidz ibnu hajar Al asqalani (773 H-852 H) beliau menambahkan takhrij hadist-hadist yang terlewatkan oleh gurunya.

No comments: